Tuhan, aku
menulis semua ini dengan butiran air mata yang tak kunjung reda dari pelupuk
mataku. Tuhan, rasanya memang tak sebegitu percayanya aku akan kenyataan yang
Kau tunjukkan. Semuanya memang menyedihkan, membuatku terus luluh tertunduk
tangis tak menghiraukan semua yang ada di sekitarku. Tuhan, haruskah aku
menyalahkan orang yang selama ini aku banggakan? Orang yang selama ini aku
tunjukkan kekuatannya dalam semua kebaikannya? Orang yang selama ini aku
sayangi, dan aku pikir adalah orang yang satu-satunya takkan pernah
mengkhianati satu-satunya orang tersayang dalam hidupku? Tuhan, aku tak tau
lagi kemana harus aku bernaung selain di hadapMu. Aku tak tau harus meluapkan
semua tangisku ini selain di disini, di kertas ini dan di segala doa-doaku.
Sebelumnya,
memang semuanya begitu indah. Berjalan Nampak sempurna, tak cacat sedikitpun.
Semuanya memabukkanku dengan kata bahagia, membuatku terlena tanpa tau apa yang
sebenarnya terjadi di belakangku. Aku hanya mengerti sebuah kebahagiaan itu di
hadapanku, tanpa tau bidadari yang selama ini aku sangat sayangi harus menahan
sakit hati demi sebuah kebahagiaan itu. Ya Tuhan, andai saja aku mengetahuinya
lebih dulu tanpa harus bidadari cantik itu yang menanggung sakitnya demi Aku,
demi keluargaku.
Aku menyesal
Tuhan, aku menyesal menambah sakit hati bidadari ini dengan sering kalinya aku
mengabaikan amanatnya, bahkan aku sering kali tak mampu menahan amarahku
sendiri. Dulu aku memang hanya mengetahui sebuah kebahagiaan, iya hanya itu.
Aku tak mengetahui ternyata Beliau bersusah payah mempertahankan sebuah
hubungan demi Aku, dan demi Kakakku. Iya, demi kebahagiaan buah cintanya.
Dulu, sering
kali aku membanggakan sebuah keutuhan. Tanpa keretakkan, tanpa permusuhan,
tanpa pertengkaran, tanpa amarah, tanpa kesalahan ah semuanya terlihat
sempurna. Hingga akhir-akhir ini aku semakin dewasa, dan semakin mengerti apa
arti ‘orang ketiga’ dalam sebuah hubungan. Aku amsih saja tak percaya, begitu
fasihnya semua menyembunyikannya dariku, dari kehidupanku, dari seberapa yang
aku ketahui dalam hidupku. YaAllah, kenapa baru sekarang Kau ijinkan aku untuk
mengetahui semuanya? Semuanya sudah terlambat Tuhan, sudaaah. Dan Bidadariku
yang sangat ku cintai itu telah menyerah untuk mempertahankan sebuah
‘keluarga’. Ah, mana ku tau semua akan menjadi seperti ini, semua yang aku
banggakan kini harus aku sembunyikan, semua yang dulu membuat ku tertawa, kini
harus mengajakku menangis, dengan luka. Bahkan tanpa sebuah kedamaian, semuanya
telah berbeda Tuhan. Tak lagi sama seperti dulu, aku sekarang sebegitu
hancurnya harus menahan beberapa luka yang “dulu” tak ku ketahui dan akhirnya
ku ledakkan malam ini.
Aku masih
menulis dengan air mata. Aku dulu menangis karena sebuah kebahagiaan dari
keluarga sederhana ini, karena keberhasilan dari salah satu anggota keluarga
ini. Tapi pada akhirnya? Sekarang? Aku harus mengeluarkan sejungkal air mataku
demi sebuah pengkhianatan, demi sebuah sakit hati dari semua anggota
keluargaku. Semua? Ah kurasa salah, ada seorang yang di sini bahagia atas air
mataku dan sakit hati dari Bidadariku.
Hidupku dulu nampak
sempurna Tuhan? Mungkin sekarang juga. Tapi, sekarang bedanya kecacatan ku tak
lebih Nampak dari beberapa kesempurnaan hidupku dulu. Iya, mungkin :”) saat
ini, kebahagiaan ku semakin menjauh dari hidupku. Aku hanya bisa merasakan
beberapa getir sakitnya dari sebuah kata “mencintai” dari Bidadari tercantik
ini. Aku tak kan lagi bisa menikmati hangatnya hari bercanda dengan seorang lelaki
yang pantas aku sebut Ia dengan sebutan “Ayah”.
Tuhan, ini
sebenarnya salah siapa? Salah laki-laki pengecut itu? Salah wanita jalang itu?
Apa salahku? Aku yang selalu menuntut keluargaku untuk lebih bisa
membahagiakanku? Ah, aku pikir aku harus menyalahkan dua orang penjalin
hubungan yang tak sepantasnya itu. Perebut suami dan perebut istri orang
mungkin lebih tepatnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar