Selasa, 09 Juli 2013

Aku Nampak Sempurna? Kau Hanya Tak Tahu Letak di mana “Pincang –ku”



Tuhan, aku menulis semua ini dengan butiran air mata yang tak kunjung reda dari pelupuk mataku. Tuhan, rasanya memang tak sebegitu percayanya aku akan kenyataan yang Kau tunjukkan. Semuanya memang menyedihkan, membuatku terus luluh tertunduk tangis tak menghiraukan semua yang ada di sekitarku. Tuhan, haruskah aku menyalahkan orang yang selama ini aku banggakan? Orang yang selama ini aku tunjukkan kekuatannya dalam semua kebaikannya? Orang yang selama ini aku sayangi, dan aku pikir adalah orang yang satu-satunya takkan pernah mengkhianati satu-satunya orang tersayang dalam hidupku? Tuhan, aku tak tau lagi kemana harus aku bernaung selain di hadapMu. Aku tak tau harus meluapkan semua tangisku ini selain di disini, di kertas ini dan di segala doa-doaku.
Sebelumnya, memang semuanya begitu indah. Berjalan Nampak sempurna, tak cacat sedikitpun. Semuanya memabukkanku dengan kata bahagia, membuatku terlena tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi di belakangku. Aku hanya mengerti sebuah kebahagiaan itu di hadapanku, tanpa tau bidadari yang selama ini aku sangat sayangi harus menahan sakit hati demi sebuah kebahagiaan itu. Ya Tuhan, andai saja aku mengetahuinya lebih dulu tanpa harus bidadari cantik itu yang menanggung sakitnya demi Aku, demi keluargaku.
Aku menyesal Tuhan, aku menyesal menambah sakit hati bidadari ini dengan sering kalinya aku mengabaikan amanatnya, bahkan aku sering kali tak mampu menahan amarahku sendiri. Dulu aku memang hanya mengetahui sebuah kebahagiaan, iya hanya itu. Aku tak mengetahui ternyata Beliau bersusah payah mempertahankan sebuah hubungan demi Aku, dan demi Kakakku. Iya, demi kebahagiaan buah cintanya.
Dulu, sering kali aku membanggakan sebuah keutuhan. Tanpa keretakkan, tanpa permusuhan, tanpa pertengkaran, tanpa amarah, tanpa kesalahan ah semuanya terlihat sempurna. Hingga akhir-akhir ini aku semakin dewasa, dan semakin mengerti apa arti ‘orang ketiga’ dalam sebuah hubungan. Aku amsih saja tak percaya, begitu fasihnya semua menyembunyikannya dariku, dari kehidupanku, dari seberapa yang aku ketahui dalam hidupku. YaAllah, kenapa baru sekarang Kau ijinkan aku untuk mengetahui semuanya? Semuanya sudah terlambat Tuhan, sudaaah. Dan Bidadariku yang sangat ku cintai itu telah menyerah untuk mempertahankan sebuah ‘keluarga’. Ah, mana ku tau semua akan menjadi seperti ini, semua yang aku banggakan kini harus aku sembunyikan, semua yang dulu membuat ku tertawa, kini harus mengajakku menangis, dengan luka. Bahkan tanpa sebuah kedamaian, semuanya telah berbeda Tuhan. Tak lagi sama seperti dulu, aku sekarang sebegitu hancurnya harus menahan beberapa luka yang “dulu” tak ku ketahui dan akhirnya ku ledakkan malam ini.
Aku masih menulis dengan air mata. Aku dulu menangis karena sebuah kebahagiaan dari keluarga sederhana ini, karena keberhasilan dari salah satu anggota keluarga ini. Tapi pada akhirnya? Sekarang? Aku harus mengeluarkan sejungkal air mataku demi sebuah pengkhianatan, demi sebuah sakit hati dari semua anggota keluargaku. Semua? Ah kurasa salah, ada seorang yang di sini bahagia atas air mataku dan sakit hati dari Bidadariku.
Hidupku dulu nampak sempurna Tuhan? Mungkin sekarang juga. Tapi, sekarang bedanya kecacatan ku tak lebih Nampak dari beberapa kesempurnaan hidupku dulu. Iya, mungkin :”) saat ini, kebahagiaan ku semakin menjauh dari hidupku. Aku hanya bisa merasakan beberapa getir sakitnya dari sebuah kata “mencintai” dari Bidadari tercantik ini. Aku tak kan lagi bisa menikmati hangatnya hari bercanda dengan seorang lelaki yang pantas aku sebut Ia dengan sebutan “Ayah”.
Tuhan, ini sebenarnya salah siapa? Salah laki-laki pengecut itu? Salah wanita jalang itu? Apa salahku? Aku yang selalu menuntut keluargaku untuk lebih bisa membahagiakanku? Ah, aku pikir aku harus menyalahkan dua orang penjalin hubungan yang tak sepantasnya itu. Perebut suami dan perebut istri orang mungkin lebih tepatnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar